Laman

Rabu, 20 Juli 2011

Berburu Prangko demi Hobi


Print
Thursday, 04 November 2010
Hobi ternyata bisa membuat orang kuat melakukan banyak hal yang terkadang sulit sekalipun.Demikian juga bagi pencinta prangko yang ada di Sulsel.

MENCARI prangko tentu hal yang mudah. Hanya dengan mengirim surat atau datang ke kantor PT Pos Indonesia, semua orang bisa mendapatkannya. Namun jenis prangko langkah itulah yang sulit dan hanya bisa dilakukan para maniak prangko atau biasa disebut filatelis.

Ketua Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) Cabang Makassar Darmawan Denassa mengisahkan, untuk mencari prangko yang punya nilai seni tinggi bukanlah hal yang mudah. Harus punya jaringan dan sumber informasi soal kegiatan filatelis, baik di dunia maya maupun pertemuan langsung sesama para filatelis. Dia menceritakan, punya banyak koleksi prangko dari berbagai negara. Bahkan dia juga punya koleksi prangko dari zaman dulu atau masih zaman penjajahan. “Prangko itu dengan susah payah saya dapatkan dari sesama teman pencinta prangko,” katanya. Nilai prangko tersebut bagi pencinta filatelis sangat tidak berbatas. Alasannya, tidak jarang prangko jenis langka atau limited editon menjadi rebutan.

“Untuk prangko langka bisa dijual dengan harga miliaran rupiah. Prangko adalah aset yang sangat berharga bagi para filatelis,” katanya.  Nilai prangko juga semakin kuat dirasakan jika ada nuansa perjuangan di dalamnya. Salah satunya jika gambar prangko adalah semua momen yang ikut melibatkan para filatelis. “Saya merasakan itu saat menjadi salah seorang yang mengusulkan agar setengah abad Universitas Hasanuddin dibuat dalam bentuk prangko pada 2006 lalu,” ujarnya.

Menurut Wikipedia Indonesia, prangko atau dalam bahasa latinnya franco adalah secarik kertas berperekat sebagai bukti telah melakukan pembayaran untuk jasa layanan pos, seperti halnya mengirim surat.Prangko ditempelkan pada amplop, kartu pos, atau benda pos lainnya sebelum dikirim. Pembayaran menggunakan prangko menjadi cara pembayaran yang paling populer dibanding cara lain,seperti menggunakan aerogram. Prangko pertama kali diperkenalkan pada 1 Mei 1840 di Britania Raya sebagai reformasi pos oleh Rowland Hill. Karena itu, sampai sekarang Britania Raya mendapat perlakuan khusus.

Negara ini adalah satu-satunya negara yang tidak perlu mencantumkan nama negara di atas prangko. Prangko pada hakikatnya secarik kertas bergambar yang diterbitkan pemerintah yang pada bagian belakang umumnya memuat perekat, sedangkan pada bagian depannya memuat harga tertentu yang dimaksudkan direkatkan pada kiriman pos. Dengan menempelkan prangko pada sepucuk surat berarti biaya pengiriman surat tersebut telah dilunasi pengirim surat dan sebagai imbalannya pos berkewajiban menyampaikan surat tersebut kepada alamatnya di tempat tujuan.Kegiatan surat-menyurat dan sistem perposan sebenarnya sudah dikenal manusia sebelum dikenalnya prangko.

Setiap pemerintahan membangun sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan sistem perposan. Sebagai contoh, Jalan Raya Anyer-Panarukan yang dibangun Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Herman Willem Daendels) dikenal dengan nama Jalan Pos Raya. (Umran La Umbu).

Sumber:
Harian Sindo (Seputar Indoesia)
4 Nopember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar